Sabtu, 12 Maret 2011

PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI BLOG SEBAGAI PENUNJANG MEDIA BELAJAR

(Suatu upaya meningkatkan kebermaknaan, efisiensi serta efektifitas pamahaman matematika bagi siswa)
Oleh : AHMAD SYA’RONI

Teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini sangat mempengaruhi perubahan gaya belajar masyarakat pada umumnya dan siswa-siswa kita pada khususnya. Perkembangan teknologi informasi yang telah banyak menyediakan banyak aplikasi membuat sebagian besar dari kita memanfaatkannya untuk berbagai macam keperluan. Teknologi dapat dianalogikan sebagaimana mata pisau yang dapat dipergunakan untuk hal-hal yang baik maupun yang buruk sekalipun. Kenyataan bahwa teknologi juga membawa dampak buruk pada anak-anak kita. Hal ini masih sering kita lihat anak didik kita bolos sekolah dan tidak mau masuk sekolah dengan kongkow-kongkow di Play Station atau Game Online lainnya yang hanya disebabkan karena pembelajaran di sekolah tidak menyenangkan. Guru sering menggunakan metode stres dan sangat membosankan siswa.
Sementara itu kita lihat pertumbuhan penggunaan internet di Indonesia sejak tahun 1995 sampai sekarang ini tercatat peningkatan yang luar biasa. Bahkan dengan munculnya Broadband Satelit sangat memudahkan banyak pengguna internet di seluruh Indonesia untuk mendayagunakannya. Beberapa negara saat ini juga telah mengembangkan perusahaan listrik sebagai sarana penunjang akses internet yang lebih cepat dan jauh lebih murah. Menurut saya ini merupakan peluang yang mestinya dapat kita manfaatkan untuk peningkatan kualitas dan efektifitas pembelajaran kita.
Banyak penelitian yang menyimpulan bahwa pembelajaran konstruktivis dapat meningkatkan kebermaknaan pemahaman matematika bagi siswa. Demikian juga telah banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa pembelajaran secara konstruktivis lebih efektif dari pada pembelajaran secara tradisional. Model pembelajaran yang tidak menyenangkan yang kadang muncul disebabkan karena kita tidak bisa ataupun tidak mau mengikuti keadaan perkembangan serta kemauan anak didik kita. Seringkali kita disebut guru jadul karena tidak mau atau tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi dan kemauan siswa terkini. Hal inilah yang mungkin menjadikan siswa kita kurang bersemangat dalam belajar, kehadiran kita di kelas sangat tidak diinginkan yang pada akhirnya berakibat turunnya hasil belajar mereka.
Sebagai seorang guru matematika yang baik dan bertanggungjawab, jika kita menemukan siswa kita mengalami kesulitan dalam memahami suatu topik matematika, sebaiknyalah hal tersebut segera diatasi. Jika tidak, pemahaman yang kurang baik tersebut mengakibatkan tidak tuntasnya pemahaman topik lain yang yang mempunyai prasarat topik tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudoyo (1998:6) bahwa ” mempelajari konsep X yang didasari konsep Y, seseorang perlu memahami lebih dulu konsep Y. Tanpa memahami konsep Y tidak mungkin orang itu memahami konsep X. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada pengalaman belajar yang telah lalu”. Prof Kethut Budayasa juga menyatakan bahwa ”Siswa berhasil dalam mempelajari suatu konsep, jika mereka dapat menghubungkan dengan konsep yang telah dipelajari atau telah dikenal sebelumnya”. Dengan kata lain bahwa pemahaman terhadap suatu konsep dapat terbentuk jika konsep itu dihubungkan dengan konsep yang telah diketahui sebelumnya.
Dari hasil diskusi dengan MGMP Matematika Kota Surabaya Tahun 2010, terungkap bahwa dalam pembelajaran Matematika yang selama ini diterapkan oleh guru adalah ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Guru menjelaskan suatu topik matematika, kemudian menanyakan apakah siswanya ada yang merasa kesulitan. Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan memberi tugas berupa soal-soal latihan dari buku atau soal buatan guru yang ditulis di papan tulis untuk dikerjakan siswanya. Diakui bahwa guru hanya mengejar target kurikulum, yang kadang-kadang hanya menuangkan materi pelajaran kepada siswanya tanpa memperhitungkan apakah siswanya mempelajari materi tersebut secara bermakna atau tidak.
Hasil diskusi dengan MGMP Matematika Kota Surabaya tersebut diperkuat dari hasil observasi penulis pada pembelajaran matematika di salah satu SMP di Surabaya pada tanggal 25 Nopember 2010, yang hasilnya sebagai berikut :
1. Guru terkesan mendominasi kelas.
2. Guru mengajar tanpa pemanasan.
3. Dalam meminta siswa untuk mengerjakan soal, guru langsung menyebut nama siswa tertentu, umumnya tanpa memberi waktu lebih dulu kepada seluruh siswa.
4. Guru meminta siswa memberi jawaban PR secara lisan, guru yang menuliskan di papan.
5. Guru mengajar secara prosedural, sering mengatakan ”ingat, rumusnya apa?”
6. Guru terkesan memberitahukan informasi kepada siswa, tanpa menggali apa yang sudah dipahami siswa.
7. Jika siswa bertanya, guru langsung menjawabnya tanpa memberi kesempatan kepada siswa lain untuk berpikir dan menjawab pertanyaan temannya tersebut.
8. Guru mengelilingi kelas, tetapi terkesan hanya berkeliling tanpa melihat apa yang sedang dikerjakan siswa.
9. Jika siswa ditanya ”Apakah sudah jelas?” dan siswa menjawab ”sudah”, guru umumnya langsung percaya tanpa mengecek kembali jawaban siswa.
10. Guru kurang memberi umpan balik jawaban siswa. Jika ada siswa yang mempunyai jawaban lain selain yang dikerjakan oleh siswa di papan tulis (jawaban di papan tulis benar) gurun terkesan meremehkan jawaban selain di papan tulis tersebut.
Hasil observasi ini sesuai dengan hasil penelitian Romberg (1985 dalam Rombeg an Carpenter,1998) bahwa peran guru di kelas tradisional adalah manajerial dan prosedural, sebagaimana berikut ini. ”Pekerjaan mereka adalah memberi pelajaran di kelas-kelas, memulai dan mengakhiri sesuai jadwal, menjelaskan aturan dan prosedur setiap pelajaran, dan memelihara urutan dan mengontrol dengan seksama”. Padahal dalam penelitian-penelitian terkini ditemukan bahwa perolehan pengetahuan siswa tidak hanya sebagai ”penyerapan” informasi apa yang orang lain kerjakan, tetapi lebih sebagai pengkonstruksian pengalaman siswa sendiri dengan cara bermakna (Romberg dan Carpenter, 1998).
Dari hasil diskusi dan observasi tersebut juga terungkap bahwa guru belum pernah mencobakan pendekatan pembelajaran selain ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Sementara itu teknologi internet memberikan peluang serta kesempatan pertukaran dan penggalian informasi yang luas menembus batas-batas daerah bahkan negara sebagaimana diprediksi oleh Kenichi Ohmae.
Bahwa pembelajaran menyenangkan itu tak terbatas ruang maupun waktu. Pembelajaran kotstruktivis dengan teknologi informasi blog merupakan salah satu upaya serta jawaban dari segala masalah, memenuhi keinginan siswa dengan perkembangan teknologi terkini, serta memanfaatkan peluang sedemikian hingga dapat meningkatkan kebermaknaan, efisiensi serta efektifitas pembelajaran kita.
Sebagai ujung tombak agen pendidikan kota Surabaya sudah saatnya kita coba gunakan teknologi informasi blog untuk media pembelajaran kita. Teknologi informasi telah memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di seluruh belahan dunia saat ini bahkan jauh lebih banyak dari yang bisa disampaikan oleh televisi atau media-media lainnya. Karenanya pembelajaran konstruktivis dalam matematika dengan teknologi informasi blog sebagai penunjang media belajar merupakan salah satu upaya meningkatkan kebermaknaan pemahaman matematika bagi siswa. Bila upaya ini dapat kita manfaatkan secara positif maka kesetaraan akses informasi yang ada akan semakin merata di seluruh kabupaten/ kota se-Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar